Pakar: COVID-19 Varian Delta Cepat Menyebar Jika Mobilitas Masyarakat Abai Prokes

- 25 Juni 2021, 13:18 WIB
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ketika menertibkan kerumunan antrean di sentra vaksinasi UTC Semarang, Selasa 22 Juni 2021.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ketika menertibkan kerumunan antrean di sentra vaksinasi UTC Semarang, Selasa 22 Juni 2021. /Dok Humas Pemprov Jawa Tengah/
KABARMEGAPOLITAN.COM - Munculnya varian baru COVID-19 yang berasal dari India dan dikenal dengan nama Delta, akan makin cepat menyebar jika mobilitas masyarakat mengabaikan prokes.

Hal tersebut juga ditegaskan oleh anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D.

Menurutnya tingginya mobilitas masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan (prokes) memicu COVID-19 varian Delta terus cepat menyebar.

"Varian Delta dari India atau yang dikenal dengan B.1.617.2 masuk dan meledakkan pandemi di Indonesia melalui celah tingginya mobilitas penduduk, lemahnya testing dan tracing serta menurunnya penerapan protokol kesehatan," katanya di Banjarmasin, pada hari Jumat.

Sementara itu menurut Taqin, perkembangan pandemi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Setelah sepekan terakhir kasus konfirmasi melonjak di level 12 ribu hingga 15 ribu penduduk yang terinfeksi, bahkan pada hari Kamis 24 Juni 2021 jumlahnya sudah menyentuh 20 ribu kasus harian.

Tentu saja ledakan kasus tersebut diperkirakan akibat pengendalian mobilitas penduduk belum maksimal dan menurunnya testing. Sementara ketaatan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan cenderung semakin lemah.
Baca Juga: Fadli Zon Respon Vonis Hukuman Penjara 4 Tahun Habib Rizieq, Sebut HRS Korban Produk UU Warisan Kolonial

"Saya cenderung melihat penurunan kasus sejak Maret lalu bukan karena keberhasilan PPKM Mikro, melainkan akibat turunnya testing dan tracing. Indikasinya terlihat semakin rendahnya angka testing dengan PCR hingga setengah dari jumlah testing di bulan Januari dan Februari," jelasnya.

Sejak Maret hingga Mei, penurunan kasus berhenti di kisaran 4.000 sampai 5.000 kasus per hari dari sebelumnya 9.000 sampai 10.000 kasus per hari pada Januari dan Februari.

Hal tersebut juga dipicu oleh tingkat penurunan tersebut sesuai dengan level penurunan tes PCR, yaitu dari sekitar 40 ribuan orang di tes PCR tiap harinya menjadi hanya sekitar 20 ribuan orang per hari.

Akibatnya, ungkap Taqin, terjadi penurunan semu yang justru berbahaya karena membuat penanganan pandemi melemah. Sementara kegiatan ekonomi semakin dilonggarkan yang mendorong laju mobilitas penduduk, sedangkan masyarakat semakin terdorong untuk mengabaikan protokol kesehatan.

Ditambah lagi kondisi saat ini diperparah dengan menyebarnya COVID-19 varian Delta dengan daya transmisi virus 30 sampai 100 persen lebih tinggi dan dua kali lebih besar risikonya untuk dirawat di rumah sakit dibanding varian Alpha dari Inggirs (B.1.1.7).
Baca Juga: Lagu Sempurnakan Hariku Karya Rey Mbayang Untuk Buah Hati Jadi Trending Youtube

Karena itu Taqin mengharapkan pemerintah sigap mengambil strategi mitigasi penularan yang lebih besar. Perlunya menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara total di pulau Jawa dan pembatasan ketat di luar Jawa.

Untuk menghambat lonjakan penyebaran virus varian Delta serta menghentikan proses reflikasi COVID-19 di wilayah yang sedang meledak dengan menghentikan sementara mobilitas penduduk, selain itu testing dan tracing secepat dan sebanyak-banyaknya.

Sementara itu daerah yang masih rendah tingkat penularannya juga harus mengendalikan mobilitas penduduk dengan menurunkan tensi kegiatan ekonomi dan penerapan protokol kesehatan dengan ketat.

"Pada saat bersamaan proses vaksinasi terus dipercepat untuk mewujudkan kekebalan komunal di tengah masyarakat," pungkasnya.***

Sumber : Antara
 
 
 
 

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x