Wakil Ketua MPR Minta Mayarakat Hindari Perdebatan dan Jangan Mempertentangkan Al Quran dan Negara

- 28 Juni 2021, 14:03 WIB
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid (Gus Jazil).
Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid (Gus Jazil). /Foto: Dok. MPR RI.

KABARMEGAPOLITAN.COM - Polemik yang terjadi di sekelompok masyarakat akhir-akhir ini cukup memprihatinkan terutama tentang perdebatan masalah Alquran dan negara.

Menyikapi polemik tersebut menurut Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, kitab Suci Al Quran dan negara tidak boleh dipertentangkan karena di kalangan masyarakat masih ada perdebatan mana yang lebih penting di antara dua hal tersebut.

"Al Quran dan negara atau Al Quran dan Pancasila masih sering muncul di kalangan sekelompok masyarakat. Padahal, dua hal itu tidak boleh dipertentangkan," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.

Menurutnya menjadi warga negara Indonesia sekaligus warga negara yang beragama. Hal itu termaktub dalam sila pertama Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal itu menegaskan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan. Sehingga tidak boleh ada orang yang tidak mengakui Tuhan di Tanah Air.

Baca Juga: Benturan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Sunda Jadi Pemicu Gempa Bumi, Berikut Penjelasannya

Sebab, para pendiri bangsa dan fakta sejarah menunjukkan bahwa Indonesia dilahirkan atas semangat Ketuhanan Yang Maha Esa, kata Gus Jazil sapaan akrabnya.

Semangat agama itulah menjadi pondasi yang kuat bagi Indonesia sehingga menjadi bangsa yang beragama, meskipun agama di Indonesia tidak hanya Islam, tapi mayoritas penduduknya adalah Islam dan terbanyak di dunia.

"Makanya kalau sering dipertanyakan pilih Al Quran atau Pancasila, sesungguhnya itu pertanyaan yang menjebak dan tidak logis," kata dia.

Perlu dipahami bahwa antara Al Quran dan Pancasila bukan masing-masing tapi menjadi satu kesatuan. Pemahaman tersebut menjadi penting karena satu kesatuan itu merupakan wujud penghargaan keberagaman yang ada di Indonesia.

Baik keberagaman suku bangsa, adat istiadat, agama dan budaya yang diikat dalam semboyan nasional Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda, beragam tetapi tetap satu.

"Ini yang menjadi penguat. Tanpa persatuan, kita tidak akan mampu membangun, tidak mampu mencapai kemajuan," ujar dia.

Baca Juga: Sebut Lelah Berperang, Singapura Berniat Tetapkan Covid-19 sebagai Flu Biasa

Dia juga mengatakan melihat hari ini di berbagai belahan dunia Islam mengalami kontraksi atau konflik antara agama dengan negara. Libia, Yaman, Arab Saudi, termasuk Afghanistan terjadi konflik karena belum selesai menempatkan posisi agama, posisi Al Quran dan posisi negara.

Lebih penting lagi masalah agama dan Al Quran bukan penghalang pembangunan negara tetapi Al Quran dan agama menjadi faktor penguat bagi pembangunan negara. Ini menjadi penting, ujarnya.

Menurut Gus Jazil, agama itu membuat aturan, menghilangkan kerancuan dan ketidakteraturan. Islam adalah aturan dan bernegara adalah bagian dari mengatur agar hidup manusia tertib di dalam satu kawasan.

"Ini yang disebut negara atau konstitusi. Kita sudah menyepakati bangsa ini adalah NKRI yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD sebagai landasan konstitusional," kata dia.

Selain itu jika Pancasila, UUD 1945, NKRI dipertentangkan dengan semangat agama maka pikiran itu yang akan membatalkan satu perjanjian kenegaraan. Hal tersebut akan merongrong semangat kebersamaan selaku warga negara.***

Editor: Bondan Kartiko Kurniawan

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x